Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Merancang Desain Pembelajaran Modern

Gambar
Selayang Pandang K egiatan Belajar Menulis Gelombang 10 hari ke-2 Jujur saja ini merupakan pengalaman pertama kali saya mengikuti kegiatan webinar bimbingan teknis menulis. Cukup dibuat kaget sih, sepertinya begitu cepat dalam merespon jalannya kegiatan. Bisa dimaklumi sih Pak Wijaya Kusumah atau yang lebih dikenal dengan Om Jay sangat sibuk dalam menghandle membludaknya antusias peserta webinar Belajar Menulis ini. Jika tidak kuat mental, maka gertakan-gertakan beliau di group WA cukup membuat nyali peserta menciut dengan buru-buru meninggalkan group. He he he. Semoga saya cukup kuat mental Om Jay ... sehingga saya bisa menuntaskannya sampai hari terakhir kegiatan webinar Belajar Menulis ini. Baiklah mungkin itulah sedikit oretan saya tentang kesan pertama kegiatan webinar ini, selebihnya langsung saja pada topik tulisan ini. Pertemuan ini sejatinya merupakan kegiatan webinar hari ke-2, namun bagi saya merupakan kegiatan webinar hari ke-1. Narasumber kami pada pertemuan ke

Antara Pribumi dan Non Pribumi

Gambar
Susi Agustini, S.E., M.Si Guru SMA Negeri 1 Panji      Ada sesuatu yang menarik dan menggelitik yang dapat kita tangkap dari penggunaan istilah pribumi dan non pribumi. Sebenarnya kedua istilah ini sudah cukup lama tidak terdengar di telinga masyarakat. Sejak adanya larangan penggunaan kedua istilah tersebut melalui instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. serta UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis. Sejak saat itulah penggunaan kata pribumi dan non pribumi diganti dengan kata Warga Negara Indonesia.       Namun, entah mengapa persoalan pribumi ini kembali menjadi sensitif, ketika dalam pidato pertamanya beberapa waktu yang lalu ini, Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan menyinggung masalah "pribumi". Berbicara tentang

Surat Rindu dari Rantau

Gambar
Susi Agustini, S.E., M.Si Guru SMA Negeri 1 Besuki Sepenggal bait surat rindu anakku, “Kisahku berawal dari bagaimana aku jauh meninggalkan rumah. Berusaha bertahan hidup demi impian yang ada di benakku. Aku bertahan bahkan berusaha mencari kenyamanan hingga aku berani memilih sesuatu di luar perkiraan semua orang. Semua ini mengajarkanku untuk melewati proses pendewasaan. Aku berjanji untuk sekuat tenaga membahagiakan ibu. Karena aku percaya doa di setiap sujud ibu selalu menyertaiku dalam setiap langkah menuju kesuksesan. Sejujurnya kesedihan terberatku adalah jauh dari ibu “. Benar apa katamu anakku, tidak hanya engkau yang merasa sedih dengan adanya perpisahan ini. Ibumu juga terasa berat sekali berpisah darimu, karena sesungguhnya engkau adalah belahan jiwaku, permata hatiku dan pelita hidupku. Setiap hari sebelum kau pergi jauh ke tanah rantau, kau selalu mengisi hari-hari ibu dengan canda tawamu dan juga keluh kesahmu. Setelah seharian kau bergaul dengan temen-tema

Minimnya Perlindungan Profesi Guru

Gambar
Susi Agustini Guru SMA Negeri 1 Panji Guru adalah profesi yang tidak begitu popular di mata masyarakat. Masyarakat memandang sosok guru sebagai sosok bersahaja. Guru dipandang sebagai profesi kelas menengah yang jauh dari kesan rapi, dan perlente. Ketika saya iseng – iseng bertanya kepada anak didik tentang impian mereka, setelah lulus SMA akan melanjutkan kuliah di mana? Jawabannya bermacam – macam, ada yang ingin melanjutkan ke akademi keperawatan, fakultas perikanan, fakultas tehnik, menjadi polisi atau TNI dan lain sebagainya. Begitulah jawaban yang saya dapatkan. Hampir semuanya tidak ingin melanjutkan ke fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.  Dengan demikian saya bisa menyimpulkan, tidak banyak yang ingin menjadi guru. Termasuk saya sendiri, dulu tidak bercita-cita ingin menjadi guru. Impian muda saya justru ingin menjadi karyawan bank yang selalu tampil modis, rapi dengan senyum yang menawan dalam melayani nasabah. Jawaban anak–anak didik rupanya cukup mengelitik pi

Belajar Dari Tragedi Gladiator

Gambar
Susi Agustini, S.E., M.Si Guru SMA Negeri 1 Panji  Dunia pendidikan Indonesia untuk kesekian kalinya kembali menorehkan noda hitam, setelah beberapa pekan lalu dihebohkan dengan membanjirnya peredaran ribuan obat jenis psikotropika jenis  Paracetamol Caffeine Carisoprodol ( PCC) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Telah menjadi penyebab mabuk, perilaku aneh bahkan hilangnya puluhan nyawa siswa SD yang ditengarai overdosis PCC. Perhatian publik kembali terhenyak dengan adanya tragedi berdarah Gladiator yang menewaskan seorang siswa SMA Budi Mulya Bogor. Hillarius Christian Event Raharjo tewas karena dipaksa berduel ala gladiator dengan pelajar SMA Mardi Yuana Bogor. Duel maut itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB, di Taman Paluhu, Bogor. Kronologis tewasnya Hillarius dimulai dengan satu setengah jam terlibat baku hantam, Singkat cerita Hillarius tidak sadarkan diri dan dibawa salah seorang rekannya ke RS Azra. Namun nyawanya tidak tertolong. dan orang tuanya pun mendapatkan kab

Melebur Batas Sekat Disabilitas

Gambar
Susi Agustini, S.E., M.Si Guru SMA Negeri 1 Panji Telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan   bahwa “setiap warga   berhak mendapatkan pendidikan” [1] serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”[2]. Jika mengacu pada maklumat negara tersebut dinyatakan bahwa negara menjamin setiap warga negara tanpa terkecuali warga negara yang dimaksud adalah mereka yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa, dan mereka yang memiliki kelainan fisik, emosi, mental, intelektual dan sosial dengan kata lain anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh akses pendidikan yang sama. Namun pada prakteknya masih muncul paradigma atau pandangan dari masyarakat yang sangat memprihatinkan terhadap anak berkebutuhan khusus yaitu mereka dengan kesulitan belajar, anak lambat belajar, anak dengan ganguan autis, anak